Tana Toraja in South Sulawesi has a unique funeral tradition,
with ceremonies reflecting a blend of grief and wealth.
When a Torajan dies in Toraja land, family members of the
deceased are required to hold a series of funeral ceremonies
that usually last for several days before the deceased is
brought to a funeral site for burial. The family of the
deceased should provide tens of buffaloes and pigs for the
ceremony.
The busy scene begins when funeral visitors come and crowd
the buffalo-slaughtering field. A group of funeral visitors
and family members of the deceased chant a 'mournful tune'
known locally as ma'badong, at packed site of the buffaloes'
nemesis.
The deceased is not buried immediately but stored in a
traditional house - or Tongkonan, as locals call it - under
the same roof with his or her kin. Torajans consider the
person to be merely suffering from an illness and not truly
dead until the moment his funeral when the first buffalo
is sacrificed; then their spirit can begin its journey to
the Land of Souls.
The most exciting part of the ceremony is the buffalo fights
and slaughter. Family members are required to slaughter
buffaloes and pigs as they believe that the spirit of the
deceased will live peacefully thereafter, continuing to
herd the buffaloes that have come to join him or her.
The buffalo fighting draws much attention from the locals
and visitors who crowd to catch a glimpse. Cheering and
applause is heard all around when the buffaloes are fighting.
The fighting buffaloes are then slaughtered, and the meat
distributed to the funeral visitors. Distribution is carried
out in accordance to visitors' positions in the community,
and the spirit of the deceased is also entitled to a portion
of meat, known locally as Aluk Todolo. The heads of the
buffaloes are returned to what is locally known as puya
(a site for the soul or spirit of the dead person) and their
horns placed in front of the house of the kin. The more
horns that decorate the front of the house, the higher the
status of the deceased.
The body is not buried until the eleventh day of the ceremony.
Following a birth ceremony for the dead person, characterized
by the sounds of cries of family members, the deceased is
buried - but not in the ground. The final resting placed
is in a cave up on the cliff.
Roy Mardanus
Rabu, 26 Oktober 2011
Rabu, 27 Oktober 2010
Agnes Monica Ingin Bertemu Justin Bieber Di American Music Awards (AMA) 2010
Penyanyi cantik Agnes Monica tak mau menyia-nyiakan kesempatan bertemu Justin Bieber saat tampil di ajang American Music Award (AMA) 2010.
“Excited banget aku. Ketemu artis yang sudah sangat-sangat terkenal. Preskon sama media yang ratusan dari seluruh dunia. Itu berbeda seperti yang aku alami, misal di Korea. Ini dua kali lipatnya,” ungkap Agnes Monica bahagia saat ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (17/10).
Menurut Agnes, di ajang musik bergengsi itu bakal hadir puluhan artis kelas dunia. Dan itu merupakan kesempatannya bertemu sang idola.
“Bakal ada 80 artis yang akan jalan di red carpet itu. Bakal ada Justin Bieber, Beyonce, Lady Gaga, dll. Salah satu hal yang aku bangga adalah di sana kita diharuskan bicara bahasa Inggris karena audience-nya Amerika, diperbolehkan speech model language kita, kita bicara bahasa Indonesia, misalnya ‘eh sekarang gue lagi sama Beyonce.’ Tapi harus translate ke bahasa Inggris. Tapi aku bangga berada di American Music Award dan bicara bahasa Indonesia juga dan menyampaikan pesan itu,” terang Agnes girang.
Lantas siapa artis yang ingin ditemui Agnes di AMA 2010?“Justin Beiber dan Lady Gaga yang akan tampil di sana,” jelasnya.
American Music Award itu akan digelar pada 21 November 2010 waktu setempat atau 22 November 2010 pagi waktu Indonesia. AMA merupakan ajang tahunan bagi insan musik di Amerika Serikat. (Roy Mardanus)
Kedigdayaan iPod Dipatahkan Walkman Sony
Kedigdayaan iPod di ranah pemutar musik digital memang tak terbantahkan lagi. Bahkan perusahaan sekaliber Microsoft dengan Zune mereka, seolah-olah 'dilupakan' keberadaanya oleh pasar karena penetrasi iPod.
Beberapa tahun lalu CEO San Disk bahkan pernah memberi pernyataan bahwa selama ini kenyataanya memang tak ada yang bisa menggeser posisi iPod. Mungkin pernyataan tersebut benar adanya, khususnya di pasar Amerika.
Namun kini fakta berkata lain. Di belahan bumi lain tepatnya di Jepang, Sony telah mengukir sejarah baru. Perusahaan yang terjun dengan ke kompetisi pemutar musik digital dengan brand Walkman tersebut, untuk pertama kalinya dapat memecah sejarah dengan mengalahkan penjualan iPod di pasaran.
Berdasarkan data dari hothardware, pangsa pasar Sony kini naik menjadi 47,8 persen, sementara Apple hanya terdiam di angka 44 persen pada bulan Agustus 2010.
Data tersebut diambil dari salah satu lembaga riset di Tokyo bernama BCN. "Ini adalah pertama kalinya Walkman mengalahkan penjualan iPod untuk penjualan bulanan. Strategi Sony menghadirkan produk yang lebih sesuai dengan selera pasar, ternyata memberi kontribusi bagi ranking mereka di pasaran," ujar Eiji Mouri salah satu peneliti pada BCN.
Memang benar bahwa pasar Jepang berbeda dengan Amerika. Orang Amerika sangat teracuni oleh produk-produk Apple, sementara di Jepang tidak. Nah, Sony pun mengambil momentum ini untuk 'menghajar' iPod.
Permasalahannya, apakah Sony bisa mempertahankan momentum ini? Kita tahu bahwa beberapa hari lalu, iPod baru saja berevolusi ke bentuk baru dengan FaceTime serta Retina Display yang diusungnya. Sementara fitur-fitur itu tak dijumpai pada produk Walkman Sony saat ini. Semoga ini tak menjadi kemenangan sesaat bagi Sony. (roy Mardanus)
Langganan:
Postingan (Atom)